Kepingan sejarah Indonesia kembali ditemukan, revitalisasi Muarajambi berupaya mengingatkan kita pada peran penting Nusantara dalam pendidikan peradaban dunia di berbagai bidang sejak berabad-abad silam. Situs sejarah yang terbentang seluas 3.981 hektar ini menjadi bagian dari proses dan usaha kolektif pemerintah, arkeolog, dan warga sekitar untuk melestarikan budaya Indonesia.
Hai hai Sobat Jelajah Muara Jambi kali ini kita akan mengenal sedikit tentang Desa Tebat Patah:
Desa Tebat Patah adalah salah satu desa yang berada dalam Kawasan Cagar Budaya Nasional Muara Jambi, sebuah kawasan yang kaya akan sejarah dan budaya peninggalan masa lalu. Sebagai bagian dari wilayah yang berhubungan erat dengan warisan peradaban Kerajaan Melayu Kuno, desa ini menyimpan banyak cerita dan tradisi yang hingga kini masih hidup di tengah masyarakatnya.
Desa Tebat Patah terkenal dengan kehidupan masyarakatnya yang sangat menghargai kearifan lokal, terutama dalam menjaga keseimbangan alam. Penduduk desa ini sangat menjaga kelestarian lingkungan, terutama ekosistem perairan seperti sungai, rawa, dan danau yang menjadi sumber mata pencaharian mereka. Aturan adat yang ketat terkait penggunaan sumber daya alam menjadi bukti bagaimana masyarakat desa menghormati alam dan kehidupan yang dihasilkannya. Setiap tindakan yang bisa merusak lingkungan diawasi dengan cermat oleh tetua adat dan masyarakat, memastikan bahwa keseimbangan ekosistem tetap terjaga untuk generasi mendatang.
Budaya gotong royong di Desa Tebat Patah juga menjadi salah satu ciri khas yang kuat. Masyarakat desa sangat menghargai kebersamaan dan selalu bergotong royong dalam berbagai kegiatan. Mulai dari pembangunan rumah, upacara adat, hingga kegiatan sosial lainnya, semuanya dilakukan secara bersama-sama sebagai wujud solidaritas dan kekeluargaan yang erat di antara warga desa. Nilai-nilai kebersamaan ini tak hanya diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, tetapi juga diwariskan kepada generasi muda agar selalu ingat akan pentingnya persatuan dan tolong-menolong.
Selain gotong royong, keterampilan tradisional juga masih dilestarikan di Desa Tebat Patah. Salah satunya adalah keterampilan menganyam tikar rumbai. Para perempuan di desa ini masih aktif menganyam tikar rumbai dari serat alami, sebuah tradisi yang telah diwariskan dari generasi ke generasi. Tikar ini tidak hanya digunakan untuk keperluan sehari-hari, tetapi juga memiliki nilai budaya yang tinggi karena sering digunakan dalam berbagai upacara adat dan kegiatan sosial. Proses menganyam tikar ini membutuhkan kesabaran dan ketelitian, dan menjadi salah satu wujud keterikatan masyarakat dengan alam serta tradisi leluhur.
Desa Tebat Patah juga menjadi bagian penting dalam pelestarian warisan budaya dan sejarah di Kawasan Cagar Budaya Nasional Muara Jambi. Desa ini dekat dengan situs-situs bersejarah peninggalan Kerajaan Melayu Kuno yang tersebar di sekitar Muara Jambi, termasuk candi-candi, arca, dan berbagai artefak yang mencerminkan kejayaan masa lalu. Desa Tebat Patah turut serta dalam upaya menjaga dan melestarikan situs-situs ini, memastikan bahwa generasi mendatang masih dapat menikmati dan mempelajari warisan sejarah yang sangat berharga ini.
Selain itu, adat istiadat yang ada di Desa Tebat Patah tetap dijalankan dengan penuh penghormatan. Upacara adat yang berkaitan dengan siklus kehidupan, seperti kelahiran, pernikahan, dan kematian, tetap dilakukan sesuai dengan tradisi leluhur. Setiap upacara memiliki makna mendalam dan melibatkan seluruh masyarakat desa, menjadikannya momen penting dalam kehidupan sosial masyarakat. Para tetua adat berperan sebagai penjaga tradisi, memastikan bahwa setiap prosesi berjalan sesuai dengan aturan adat yang sudah diwariskan turun-temurun.
Selain berperan dalam pelestarian budaya lokal, masyarakat Desa Tebat Patah juga terlibat aktif dalam menjaga hubungan harmonis dengan desa-desa tetangga di sekitar Kawasan Cagar Budaya Nasional Muara Jambi. Kerjasama antar desa, terutama dalam hal menjaga situs cagar budaya dan melaksanakan kegiatan budaya bersama, semakin mempererat hubungan antar masyarakat di kawasan tersebut.
Dengan posisinya yang strategis dalam kawasan cagar budaya, Desa Tebat Patah menjadi salah satu bagian penting dari upaya pemerintah dan masyarakat dalam mempromosikan Muara Jambi sebagai destinasi wisata sejarah dan budaya. Potensi ini tak hanya memperkenalkan kekayaan budaya kepada pengunjung, tetapi juga mendorong masyarakat untuk terus menjaga identitas dan tradisi yang telah menjadi bagian dari kehidupan mereka selama berabad-abad.
Sobat Jelajah Kawasan Cagar Budaya Muarajambi: Festival Bekarang di Lopak Sepang, Desa Tebat Patah, yang merupakan bagian dari Kawasan Cagar Budaya Nasional Muara Jambi, adalah perayaan tahunan yang memadukan tradisi, budaya, dan pelestarian lingkungan, yang di laksanakan pada tanggal 24-25 Agustus 2024 dalam rangkaian kegiatan KENDURI SWARNABUMI 2024. Festival ini bukan hanya momen untuk menangkap ikan, tetapi juga kesempatan untuk mengenang dan melestarikan kekayaan alam yang ada di Lopak Sepang. Desa Tebat Patah, sebagai penjaga tradisi, menyelenggarakan festival ini satu kali dalam setahun, di mana warga diizinkan untuk menangkap ikan di Lopak Sepang. Di luar waktu festival, tempat ini dijaga ketat oleh hukum adat yang melarang pengambilan ikan, dengan sanksi berat bagi siapa pun yang melanggarnya.
Lopak Sepang sendiri adalah rumah bagi berbagai jenis ikan lokal yang menjadi bagian penting dari ekosistemnya. Selama festival, warga menangkap ikan-ikan lokal seperti ikan gabus, sepat siam, sepat rindu, ikan serapil, ikan belut, dan ikan toman. Keberadaan ikan-ikan ini menunjukkan betapa kaya dan beragamnya kehidupan air di kawasan ini. Selain itu, ada juga ikan nila yang sering ditemukan, meskipun ikan ini bukanlah spesies lokal. Kehadiran ikan nila dalam festival menjadi pengingat akan pentingnya menjaga keaslian ekosistem air di Lopak Sepang.
Pada hari festival, Desa Tebat Patah dipenuhi dengan semangat kebersamaan. Warga turun ke air dengan alat tangkap tradisional, bekerja sama dalam suasana yang penuh keceriaan dan gotong royong. Festival Bekarang tidak hanya menjadi ajang untuk menangkap ikan, tetapi juga sebuah simbol dari kebersamaan dan penghormatan terhadap alam yang telah menjadi bagian dari identitas masyarakat Desa Tebat Patah.
Setelah festival berakhir, Lopak Sepang kembali menjadi kawasan yang dilindungi. Hukum adat kembali ditegakkan dengan ketat, melarang siapa pun untuk menangkap ikan hingga festival berikutnya. Aturan ini memastikan bahwa sumber daya alam tetap terjaga, dan ekosistem air di Lopak Sepang tetap lestari. Pelanggaran terhadap hukum adat ini tidak hanya mendatangkan sanksi, tetapi juga dianggap sebagai bentuk pengkhianatan terhadap warisan leluhur.
Festival Bekarang di Desa Tebat Patah adalah bukti dari bagaimana tradisi dan pelestarian alam bisa berjalan beriringan. Ini adalah momen yang mengingatkan kita akan pentingnya menjaga warisan budaya dan alam, serta bagaimana nilai-nilai tradisional tetap relevan di tengah arus modernisasi. Sebagai bagian dari Kawasan Cagar Budaya Nasional Muarajambi, Desa Tebat Patah terus memainkan peran penting dalam menjaga kekayaan budaya dan alam yang menjadi bagian tak terpisahkan dari identitasnya.
Dengan perkembangan Kawasan Cagar Budaya Nasional Muarajambi yang semakin luar biasa, besar harapan warga Desa Tebat Patah untuk melihat kemajuan yang sama di desa mereka. Warga berharap bahwa perhatian yang lebih besar dari aparat dan pemerintah terkait dapat membawa perubahan positif dan perkembangan yang lebih signifikan di Desa Tebat Patah, agar desa ini bisa terus berkontribusi dalam pelestarian budaya dan alam, sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Dukungan yang kuat dari semua pihak akan menjadi kunci untuk mewujudkan harapan ini, agar Desa Tebat Patah bisa berkembang seiring dengan kemajuan yang terjadi di Kawasan Cagar Budaya Nasional Muarajambi.
Desa Tebatpatah, yang terletak dalam Kawasan Cagar Budaya Nasional Muara Jambi, menjadi pusat perhatian dalam persiapan kenduri Swarnabhumi. Di sini, antusiasme ibu-ibu dalam mengenal gastronomi dan cara penyajian makanan sangat menonjol. Mereka tidak hanya terlibat dalam teknis memasak, tetapi juga mendalami hubungan mendalam antara budaya, rempah, dan tradisi.
Kenduri Swarnabhumi bukan sekadar perayaan, melainkan sebuah upacara yang sarat akan makna budaya. Dalam setiap masakan yang disajikan, terkandung warisan leluhur yang mengikat hubungan antargenerasi. Rempah-rempah yang digunakan bukan hanya menyedapkan masakan, tetapi juga sebagai simbol kesehatan, kesejahteraan, dan persatuan. Bagi ibu-ibu di Desa Tebatpatah, proses mempelajari cara mengolah dan menyajikan makanan ini adalah upaya menjaga dan melestarikan tradisi, agar tidak terkikis oleh waktu.
Tim dari Pasar Paduka memahami betul hal ini, sehingga dalam setiap sesi, mereka tidak hanya mengajarkan teknik memasak, tetapi juga menekankan pentingnya menghargai asal-usul setiap rempah dan resep yang diwariskan. Mereka membantu para ibu-ibu ini menyelami lebih dalam keunikan gastronomi lokal, menggali kembali makna-makna yang mungkin sudah mulai dilupakan.
Kenduri Swarnabhumi menjadi momen penting di mana semua ini disatukan. Melalui makanan, kita tidak hanya menyajikan hidangan bagi para tamu, tetapi juga berbagi kisah tentang siapa kita, dari mana asal kita, dan apa yang kita perjuangkan. Dengan memahami dan menjaga warisan ini, kita tidak hanya merayakan budaya kita, tetapi juga mewariskannya kepada generasi mendatang.
Pasar Paduka terus berinovasi dalam penyajian makanan, mencoba dan selalu berupaya menemukan cara-cara baru untuk menghadirkan pengalaman kuliner yang unik. Meskipun menghadirkan inovasi, Pasar Paduka tetap menjaga keaslian rasa dan aroma dari makanan khas tradisional Desa Muara Jambi. Melalui kombinasi teknik modern dan resep tradisional, setiap hidangan yang disajikan tetap mempertahankan cita rasa autentik yang telah diwariskan turun-temurun.
Keistimewaan masakan di Pasar Paduka terletak pada penggunaan rempah-rempah yang melimpah, yang menjadi ciri khas dari setiap masakan. Rempah-rempah ini tidak hanya menambah cita rasa, tetapi juga memberikan kekayaan aroma yang memikat.
Bagaimana? Kapan ingin mencoba?
Silahkan Sobat bisa membeli paket wisata yang menyediakan kunjungan ke pasar paduka.
Baselang merupakan ajakan atau permintaan dari seseorang untuk bergotong royong untuk menyelesaikan pekerjaan tanpa upah. Jadi dalam hal ini ada permintaan dari seseorang kepada orang lain untuk bergotong royong membantunya mengerjakan sesuatu sehingga pekerjaan tersebut segera dapat diselesaikan. Selain itu juga beselang mampu memperkuat tali silahturahmi. Kegiatan ini selain beselang nuai padi. ada jg beberapa yang bisa dilakukan masyarakat dengan baselang ini. Mulai dari beselang mengambil kayu, masak dan kegiatan lainnya. Kegiatan dari turun menurun sudah dilakukan. .
Tengkuluk Jambi adalah penutup kepala tradisional yang biasa digunakan oleh perempuan Jambi, khususnya dari Desa Muara Jambi. Sebagai bagian dari warisan budaya tradisional Melayu Jambi, tengkuluk dapat dikenakan dalam keseharian maupun untuk acara adat. Diperkirakan telah ada sejak abad ke-7, tengkuluk digunakan oleh perempuan Melayu untuk menghadiri acara adat, bercocok tanam di sawah, atau bekerja di ladang.
Salah satu keunikan tengkuluk Jambi terletak pada cara penggunaannya yang tidak memerlukan peniti atau jahitan, melainkan hanya dililit atau diikat. Filosofi dari tengkuluk ini juga sangat menarik, di mana juntaian kain yang jatuh pada posisi kanan menandakan bahwa penggunanya telah menikah, sedangkan jika juntaian berada di sebelah kiri, itu menandakan bahwa penggunanya masih gadis.
Di Jambi, terdapat banyak jenis tengkuluk, dan salah satunya adalah Tengkuluk Ke Talang Petang. Tengkuluk ini awalnya digunakan sebagai pelindung dari panas matahari saat perempuan bekerja di sawah. Untaian kain panjang yang menjuntai ke belakang berfungsi untuk melindungi punggung dari panas, sedangkan bagian atas yang sedikit tebal berguna untuk menahan kepala agar tidak sakit ketika membawa barang.
Selain fungsi praktisnya, tengkuluk ini juga dipakai dalam berbagai acara adat dan pesta lainnya. Mungkin suatu waktu kamu tertarik untuk mencoba memakainya juga. Silakan datang dan bermain ke Desa Muara Jambi!.
Mengenal salah satu desa wisata yang berada di dalam Kawasan Cagar Budaya Nasional Muara Jambi, Desa Wisata Muara Jambi. Desa ini adalah pintu gerbang menuju sejarah yang kaya dan beragam, tersembunyi di tengah alam Sumatera yang hijau dan subur. Desa Wisata Muara Jambi, terletak di Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi, merupakan salah satu dari delapan desa yang membentuk kawasan cagar budaya ini, dan memiliki peran penting dalam menjaga dan mempromosikan warisan budaya yang tak ternilai.
Muara Jambi bukan sekadar desa biasa. Di sini, setiap langkah Anda seolah-olah menapaki jejak-jejak peradaban Melayu kuno yang pernah berjaya di wilayah ini. Dikelilingi oleh situs-situs arkeologi yang tak terhitung jumlahnya, desa ini merupakan pusat dari kompleks Candi Muara Jambi—kompleks candi terbesar di Asia Tenggara yang membentang di sepanjang Sungai Batanghari. Candi-candi seperti Candi Gumpung, Candi Tinggi, dan Candi Kedaton berdiri megah sebagai saksi bisu dari kejayaan masa lalu. Reruntuhan candi-candi ini, yang sebagian masih dalam proses ekskavasi, menawarkan wawasan mendalam tentang kehidupan religius dan sosial masyarakat pada masa itu.
Namun, Desa Wisata Muara Jambi bukan hanya tentang batu-batu kuno dan sejarah yang tertulis di prasasti. Desa ini juga hidup dengan budaya dan tradisi yang terus dipertahankan oleh masyarakat setempat. Penduduk desa masih menjalankan kehidupan sehari-hari mereka dengan cara yang diwariskan dari generasi ke generasi, menjaga adat istiadat yang kaya dan penuh makna. Di sini, Anda bisa menemukan kerajinan tangan tradisional, seperti anyaman dan ukiran kayu, yang tidak hanya berfungsi sebagai mata pencaharian tetapi juga sebagai simbol identitas budaya yang kuat.
Selain itu, desa ini juga menyajikan pengalaman wisata yang beragam. Pengunjung dapat menyusuri Sungai Batanghari dengan perahu tradisional, menikmati pemandangan alam yang menakjubkan, dan bahkan ikut serta dalam upacara-upacara adat yang masih dilakukan oleh masyarakat setempat. Desa ini juga menawarkan berbagai macam kuliner tradisional, yang diolah dengan resep-resep yang diwariskan secara turun-temurun, memberikan Anda cita rasa otentik dari Jambi yang tidak akan Anda temukan di tempat lain.
Desa Wisata Muara Jambi juga memiliki keindahan alam yang mempesona. Sungai Batanghari yang mengalir tenang, sawah-sawah hijau yang membentang luas, dan udara yang segar menjadikan desa ini tempat yang ideal untuk melarikan diri dari hiruk-pikuk kehidupan kota. Dengan latar belakang alam yang begitu indah, kegiatan seperti bersepeda, berjalan-jalan di sekitar candi, atau sekadar duduk di tepi sungai menjadi pengalaman yang sangat menenangkan.
Tak hanya itu, Desa Muara Jambi juga menjadi pusat penelitian arkeologi dan sejarah, di mana para peneliti dari dalam dan luar negeri datang untuk mempelajari lebih dalam tentang peradaban Melayu kuno. Penemuan-penemuan di desa ini telah membantu mengungkap banyak misteri sejarah yang selama ini tersembunyi.
Secara keseluruhan, Desa Wisata Muara Jambi adalah destinasi yang menawarkan lebih dari sekadar wisata sejarah. Ini adalah tempat di mana budaya dan tradisi hidup berdampingan dengan peninggalan-peninggalan masa lalu, menciptakan pengalaman yang kaya dan mendalam bagi setiap pengunjung. Mengunjungi desa ini bukan hanya sekadar perjalanan fisik, tetapi juga perjalanan emosional dan intelektual, di mana Anda akan menemukan keterkaitan yang mendalam antara masa lalu, masa kini, dan masa depan kita sebagai sebuah bangsa.
Mengenal Desa Wisata Muara Jambi adalah sebuah kesempatan untuk memahami lebih dalam siapa kita, dari mana kita berasal, dan bagaimana kita bisa membawa warisan ini ke masa depan. Dengan segala pesona dan kekayaannya, desa ini tidak hanya akan meninggalkan kesan yang mendalam tetapi juga akan menginspirasi rasa bangga akan warisan budaya yang kita miliki."
Candi Muara Jambi adalah kompleks percandian yang terletak di tepi Sungai Batanghari, Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi, Sumatera. Kompleks ini dikenal sebagai salah satu situs arkeologi terbesar di Asia Tenggara dan menjadi saksi bisu kejayaan Kerajaan Melayu serta pengaruh agama Buddha di Nusantara.
Dibangun sekitar abad ke-7 hingga ke-13 Masehi, Candi Muara Jambi tidak hanya berfungsi sebagai pusat keagamaan, tetapi juga sebagai pusat pendidikan dan perdagangan. Di dalam kompleks yang membentang lebih dari 12 kilometer persegi ini, terdapat sekitar 82 reruntuhan bangunan, termasuk candi, kolam, dan kanal yang menunjukkan perencanaan kota yang canggih pada masanya.
Arsitektur candi ini memperlihatkan perpaduan gaya khas Nusantara dengan sentuhan pengaruh India, yang mencerminkan hubungan erat antara kerajaan-kerajaan di Sumatera dengan pusat-pusat budaya dan agama di India. Candi-candi di Muara Jambi umumnya terbuat dari batu bata merah, dan beberapa di antaranya memiliki stupa yang menunjukkan pengaruh Buddha yang kuat.
Salah satu candi yang terkenal di kompleks ini adalah Candi Gumpung, yang merupakan salah satu yang terbesar dan paling terawat. Selain itu, ada juga Candi Tinggi dan Candi Kedaton yang menjadi daya tarik bagi para arkeolog dan wisatawan.
Keberadaan Candi Muara Jambi menyimpan banyak misteri yang hingga kini masih menjadi objek penelitian. Situs ini diyakini sebagai pusat pendidikan agama Buddha yang menarik siswa dari berbagai wilayah di Asia. Beberapa artefak yang ditemukan di sini, seperti arca dan prasasti, memberikan gambaran tentang kehidupan keagamaan dan budaya pada masa itu.
Selain nilai sejarah dan arkeologinya, Candi Muara Jambi juga memiliki keindahan alam yang menawan. Dikelilingi oleh pepohonan hijau dan aliran Sungai Batanghari, kompleks candi ini memberikan suasana yang tenang dan damai, menjadikannya tempat yang ideal untuk merenung dan belajar tentang sejarah.
Candi Muara Jambi kini menjadi salah satu destinasi wisata budaya dan sejarah yang penting di Indonesia, sekaligus mengingatkan kita akan kekayaan warisan leluhur yang patut dijaga dan dilestarikan untuk generasi mendatang.
Di kawasan Cagar Budaya Nasional Muarajambi, sebuah tanaman langka menyimpan rahasia keunikan budaya dan alam: Sebalik Sumpah. Benda ini, yang dalam bahasa Rimba disebut Sebelek Sumpah, dikenal sebagai pengakal sumpah atau penolak balak. Meskipun dikaitkan dengan kepercayaan mistis, Sebalik Sumpah lebih dari sekadar benda dengan nilai spiritual; ia merupakan simbol kekayaan tradisi Orang Rimba Jambi.
Sebalik Sumpah memiliki keistimewaan yang mencolok. Ketika digunakan, benda ini akan berubah warna menjadi hitam kelam yang mengkilat, semakin halus, dan kuat. Sebaliknya, jika tidak digunakan, warnanya tetap coklat kusam dan cepat lapuk. Transformasi ini menambah daya tarik dan nilai dari Sebalik Sumpah.
Tanaman yang menghasilkan Sebalik Sumpah tumbuh di hutan tropis di sekitar Candi Muaro Jambi. Penurunan populasi tanaman ini, akibat deforestasi dan berkurangnya hutan, menjadikannya semakin langka dan berharga.
Meskipun Sebalik Sumpah memiliki dimensi mistis dalam tradisinya, penjualannya lebih difokuskan pada keunikan dan keaslian daripada kepercayaan. Proses pengambilan Sebalik Sumpah juga dilakukan tanpa ritual khusus, lebih pada aspek praktis.
Kini, Sebalik Sumpah tidak hanya menjadi simbol budaya tetapi juga dijadikan sebagai souvenir bagi para pengunjung Candi Muaro Jambi. Dari biji Sebalik Sumpah, dibuat berbagai aksesori seperti gelang dan kalung. Gelang Sebalik Sumpah dijual dengan harga antara Rp25.000 hingga Rp30.000, sedangkan kalung dapat dibeli seharga Rp75.000 hingga Rp100.000.
Souvenir ini menawarkan kesempatan bagi para pengunjung untuk membawa pulang sepotong keunikan dan keaslian dari Candi Muaro Jambi. Dengan membeli gelang atau kalung Sebalik Sumpah, pengunjung tidak hanya mendapatkan sebuah aksesori yang unik tetapi juga berkontribusi pada pelestarian warisan budaya dan lingkungan di sekitar Kawasan Cagar Budaya Nasional Muarajambi
Sumber : https://www.mongabay.co.id/2024/08/12/stockpile-batubara-ancaman-cagar-budaya-candi-muarojambi/
Di tengah keindahan situs bersejarah Candi Muarajambi di Jambi, penumpukan batubara sembarangan telah menjadi ancaman yang semakin serius. Selama belasan tahun, industri penumpukan batubara telah meluas ke zona inti Kawasan Cagar Budaya Peringkat Nasional (KCBN) Candi Muarajambi, yang mencakup desa-desa seperti Muara Jambi, Tebat Patah, dan Kemingking Dalam. Kawasan ini, yang membentang sepanjang 7,5 kilometer di sepanjang Sungai Batanghari dengan luas 3.891 hektar, merupakan kompleks percandian Buddha terbesar di Asia Tenggara.
Dalam upaya menangani ancaman ini, pemerintah daerah dan pusat tampak terlibat dalam saling lempar tanggung jawab. Sinta Hendra, pejabat Fungsional Pengawas Lingkungan Hidup Ahli Madya DLH Jambi, menjelaskan bahwa mereka telah mengambil sampel air limbah dan tanah di sekitar Candi Teluk 1. Jika hasilnya menunjukkan pencemaran, sanksi administratif, termasuk teguran dan kemungkinan pencabutan izin usaha, akan diberikan kepada perusahaan yang tidak memperbaiki kondisi tersebut.
Mukhtar Hadi, Ketua Komunitas Rumah Menapo, melaporkan bahwa terdapat tiga candi dan lima menapo—gundukan tanah berisi tumpukan bata berstruktur candi—yang kini terancam oleh industri batubara, minyak sawit, dan cangkang sawit. Perusahaan-perusahaan seperti PT Rakindo Unitrust Mandiri (RUM), PT Nan Riang, PT Bukit Tambi, PT Tegas Guna Mandiri (TGM), dan PT Sinar Alam Permai (SAP) beroperasi di sekitar kawasan ini. Mereka mengelola batubara, minyak sawit, dan cangkang sawit, dengan beberapa memiliki izin stockpile batubara di desa-desa sekitar.
Menurut peta zonasi KCBN Muarajambi, beberapa perusahaan beroperasi di zona inti dan penyangga, meskipun Keputusan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi No.135/M/2023 melarang industri tambang batubara dan sawit di zona tersebut. Penumpukan batubara di Desa Muara Jambi telah dimulai sejak 1989, tetapi jumlahnya terus meningkat seiring waktu.
Borju, sapaan akrab Mukhtar Hadi, khawatir bahwa penumpukan batubara dapat berdampak buruk pada situs Candi Muarajambi dan lingkungan sekitarnya. Getaran dari truk-truk pengangkut batubara dan genangan air limbah batubara dapat merusak struktur candi dan membuat batu candi menjadi rapuh.
Upaya dari pemerintah untuk mengatasi masalah ini, seperti kunjungan Presiden Joko Widodo dan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, belum sepenuhnya menyelesaikan masalah. Agus Widiatmoko, Kepala Balai Pelestarian Wilayah V Jambi dan Bangka Belitung, mengakui adanya ancaman serius terhadap candi dan menyatakan bahwa pemugaran candi sedang dilakukan.
Candi Muarajambi diusulkan sebagai warisan dunia ke UNESCO pada 2009, namun hingga kini belum mendapatkan pengakuan resmi. Upaya pelestarian harus terus dilakukan untuk melindungi situs bersejarah ini dari ancaman yang ada.
Candi Muaro Jambi tak hanya menyimpan pesona sejarah, tapi juga kekayaan pengetahuan lokal yang terjaga di desa-desa sekitarnya. Mari kita lestarikan budaya ini! Yuk, ikuti kelas gratis "Balebeluru" untuk belajar: * Cerita rakyat dan legenda: Dengar kisah-kisah menarik yang diwariskan turun-temurun dari nenek moyang. * Kearifan lokal: Pelajari bagaimana masyarakat setempat hidup selaras dengan alam dan budaya. * Keterampilan tradisional: Temukan berbagai keterampilan unik yang dimiliki masyarakat, seperti membuat kain tenun, ukiran kayu, dan lainnya. * Bahasa daerah: Pelajari bahasa daerah setempat untuk lebih memahami budayanya. Kelas "Balebeluru" ini terbuka untuk semua! Mari jaga dan lestarikan pengetahuan lokal bersama!